TULISAN ILMIAH
TEORI BUDAYA
Di susun oleh:
Zalfa Pauninda Luqyana
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tulisan ilmiah yang berjudul Teori Budaya ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari tulisan ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas ini pada Bidang Ilmu Sosial Dasar. Selain itu, tulisan ilmiah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Teori Budaya bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ely Sapto Utomo Dr. S.E M.M, selaku dosen Ilmu Budaya Dasar yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ilmiah ini.
Saya menyadari, tulisan ilmiah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan tulisan ilmiah ini.
Depok,29 oktober 2021
Penulis,
Zalfa Pauninda Luqyana
Daftar isi
Kata Pengantar........................................................................................... I
DaftarIsi......................................................................................................II
Pendahuluan...............................................................................................III
Bab I Pendahuluan......................................................................................1
Bab II Hakikat Kebudayaan......................................................................2
A. Pengertian Kebudayaan.........................................................................3
B. Unsur-Unsur Kebudayaan......................................................................4
C. Fungsi Kebudayaan................................................................................5
D. Sifat Kebudayaan...................................................................................6
E. Teori Pembentukan Kebudayaan.............................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................
DAFTAR PUSAKA..........................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
kebudayaan merupakan sesuatu yang kompleks dan
dinamis. Perkembangan kehidupan manusia makan berdampak
pada timbulnya perkembangan dalam kebudayaan manusia.
Perkembangan tersebut dapat berupa hadirnya bentuk-bentuk
kebudayaan baru atau meningkatkan tingkat kebutuhan hidup
manusia sehingga menciptakan kompleksitas baru dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, upaya untuk memahami
kebudayaan harus terus dilakukan.
Pemahaman-pemahaman baru mengenai kebudayaan
dapat diciptakan apabila pengembangan keilmuan kebudayaan
terus dilakukan. Pengembangan terus akan menghasilkan
penemuan-penemuan baru, teori-teori baru, dan makna-makna
baru atas keilmuan kebudayaan. Pengembangan terus memiliki
manfaat sebagai medium yang dapat membantu manusia dalam
memahami, dan pada akhirnya, mengembangkan kebudayaan
dan peradaban yang dimilikinya. Oleh karena itu, berbagai
penelitian kebudayaan perlu dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Apa Unsur-unsur Budaya menurut Koentjaraningrat?
2. Apakah arti upaya bagi kehidupan?
3. Mengapa bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture)?
C. Tujuan penelitian
Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan apa itu dari kebudayaan.
2. Untuk mengungkapkan fungsi yang di dapat di ambil dari teori kebudayaan bagi kehidupan masyarakat.
3. Untuk memahami unsur kebudayaan dan fungsi kebudayaan.
BAB II
HAKIKAT KEBUDAYAAN
A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Upaya untuk mengungkap fenomena kebudayaan tidak
dapat dilakukan apabila seorang peneliti tidak memahami atau
mengetahui definisi kebudayaan. Tanpa pengetahuan atau
pemahaman mengenai definisi kebudayaan, seorang peneliti
kebudayaan dapat, tidak saja mengalami kebingungan, tetapi
juga kesalahan dalam melakukan penelitian kebudayaan. Oleh
karena itu, pengetahuan dan pemahaman mengenai kebudayaan
secara definitif menjadi bekal pertama yang harus dimiliki oleh
peneliti kebudayaan agar tidak mengalami kesesatan analisis.
Secara etimologis, kata budaya atau kebudayaan yang
terdapat dalam khazanah bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah. Kata tersebut merupakan bentuk
jamak dari kata Sansekerta buddhi yang berarti budi atau akal.
Secara umum, kata tersebut juga dapat diartikan sebagai “halhal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia”. Adapun
dalam bahasa Inggris, kata kebudayaanatau budayadisebut
culture. Secara etimologis, kata culturetersebut berasal dari
kata dalam bahasa Latin colere yang berarti “mengolah atau
mengerjakan”, atau “mengolah tanah atau bertani”. Dalam bahasa Indonesia, kata culture tersebut diterjemahkan sebagai
kultur. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan kedekatakan
pemahaman dengan logika kata culture dalam bahasa Inggris.
Namun, upaya untuk memahami arti kata atau konsep
kebudayaan berdasarkan tataran etimologi saja tidaklah
cukup. Tataran etimologi hanya memberikan gambaran parsial
mengenai kebudayaan. Hal tersebut disebabkan kata kebudayaan
merupakan sebuah konsep yang kompleks. Kompleksitas
tersebut karena kata kebudayaan tidak hanya merujuk kepada
hal-hal yang fisis dalam kehidupan manusia bermasyarakat,
tetapi juga hal yang bersifat konseptual atau batiniah. Oleh
karena itu, perlu pengelaborasian lebih mendalam mengenai
konsep atau makna yang terdapat di balik kata kebudayaan.
Kompleksitas konsep kebudayaan juga tampak pada definisi
kebudayaan yang diberikan oleh seorang Antropolog abad 19,
kelahiran Inggris, E.B. Taylor (1832—1917). Menurut Taylor (dalam
Soekanto & Sulistyowati, 2015: 148) kebudayaan merupakan
kompleksitas yang tidak saja mencakup pengetahuan, ataupun
kesenian, tetapi juga kepercayaan, moral, adat, hukum, moral,
bahkan berbagai kemampuan dan kebiasaan yang didapatkan
manusia sebagai anggota masyarakat. Itu berarti segala hal yang
dimiliki manusia sebagai anggota masyarakat dapat diketgorikan
sebagai kebudayaan.
Mencermati pernyataan tersebut, tidak
mengherankan, apabila Barker (2014: 64) menyatakan bahwa
kebudayaan adalah sebuah konsep yang rumit.
Namun, itu tidak berarti, sifat esensial dari kebudayaan tidak
dapat dikenali, diketahui, atau dipahami. Menurut Soekanto &
Sulistyowati (2015: 157) sifat hakikat kebudayaan dapat direduksi menjadi empat faktor penciri, yakni:
1. Faktor kebudayaan yang terlapisan dan tersalurkan
melalui perilaku manusia.
2. Faktor kebudayaan yang telah ada terlebih dahulu
18 ~ Pengantar Teori dan Metode Penelitian Budaya
dan mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
3. Faktor kebudayaan yang dibutuhkan dan dilapisankan
oleh manusia melalui tingkah lakunya.
4. Faktor kebudayaan yang mencakup berbagai aturan yang
berisi tentang kewajiban, tindakan yang diterima dan
ditolak, tindakan-tindakan yang diizinkan, dan tindakantindakan yang dilarang.
B. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Selain terdiri atas lapisan-lapisan, kebudayaan juga memiliki
unsur-unsur pembangun di dalamnya. Menurut Koentjaraningrat
(2015: 164--170) kebudayaan sebagai sebuah bangunan, atau
struktur terdiri atas tujuh unsury ang membangunnya. Bahasa
merupakan unsur kebudayaan yang pertama.
Bahasa tidak saja merupakan sarana atau media bagi manusia
untuk memenuhi kebutuhan berinteraksi atau berhubungan
dengan lingkungan dan sesamanya, tetapi juga sarana atau
media bagi manusia untuk memaknai semesta yang ada di
sekitarnya. Menurut Jenks (2013: 5) kemampuan simbolik bahasa
tidak saja membuat manusia dapat mengenali lingkungan dan
sesamanya, tetapi juga memahami dan memaknai lingkungan
dan sesamanya. Oleh karena itu, kebudayaan sebagai sebuah
realitas atau kenyataan dalam kehidupan manusia dapat dikenali,
dipahami, dan dimaknai oleh manusia karena adanya bahasa.
Sistem pengetahuan merupakan unsur kedua yang
terdapat dalam kebudayaan.
Sistem pengetahuan berkaitan
dengan sistem peralatan hidup dan teknologi, karena sistem
pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide
manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena
mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang
digunakan dalam kehidupannya. Banyak suku bangsa yang tidak
dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan
teliti pada musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu
sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila
tidak mengetahui dengan teliti ciri ciri bahan mentah yang
mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan
selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di
sekitarnya.
Unsur budaya yang ketiga adalah sistem kekerabatan dan
organisasi sosial merupakan usaha antropologi untuk memahami
bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai
kelompok sosial. Setiap kelompok masyarakat kehidupannya
diatur oleh adat-istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai
macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan
bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan
dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan
kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke
dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk
organisasi sosial dalam kehidupannya.
C. FUNGSI KEBUDAYAAN
Kebudayaan adalah ranah umum manusia. Ini berarti tidak
ada kebudayaan tanpa kehadiran manusia. Manusia menduduki
posisi penting sebagai pencipta kebudayaan. Menurut Jenks (2013:
1) kebudayaan berfungsi sebagai media yang memungkinkan
terjadinya hubungan antara manusia dengan alam dan manusiamanusia lainnya. Namun, kebudayaan tidak hanya berfungsi
sebagai medium perantara antara manusia dengan alam dan
manusia lainnya saja. Kebudayaan memiliki fungsi lebih jauh lagi.
Menurut Rafiek (2012: 13) fungsi kebudayaan adalah untuk
meningkatkan hidup manusia agar kehidupan manusia manusia
menjadi lebih baik, lebih nyaman, lebih bahagia, lebih aman,
lebih sejahtera, dan lebih sentosa. Dengan kata lain, kebudayaan memiliki fungsi untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
Itu berarti bahwa sistem budaya memiliki fungsi untuk menata
dan memantapkan tindakan-tindakan serta tingkah laku
manusia. Proses belajar dari sistem budaya ini dilakukan melalui
proses pembudayaan atau institutionalization (pelembagaan).
Dalam proses ini, individu mempelajari dan menyesuaikan alam
pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan
peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Dalam upaya tersebut, kebudayaan memiliki sistem
agar dapat berjalan dengan baik dalam kehidupan manusia
bermasyarakat. Sistem budaya merupakan wujud yang abstrak
dari kebudayaan. Sistem budaya berwujud ide-ide dan gagasan
manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Gagasan
tersebut tidak dalam keadaan berdiri sendiri, tetapi berkaitan
dan menjadi suatu sistem. Sebagai contoh, antara adat istiadat
dengan sistem norma agama memiliki keberkaitan. Adat-istiadat
dibangun dengan tetap merelasikan dengan sistem norma
agama. Oleh karena itu, upaya untuk memahami adat-istiadat
dalam kebudayaan sebuah masyarakat tentunya harus juga
diikuti oleh pemahaman mengenai norma agama yang terdapat
dalam kebudayaan tersebut.
D.SIFAT KEBUDAYAAN
Menurut Soekanto & Sulistyowati (2015: 157) kebudayaan
memiliki tiga sifat. Sifat kebudayaan yang pertama adalah
universal sekaligus khusus. Menurut Soekanto & Sulistyowati
(2015: 158) universalitas kebudayaan tampak pada adanya atribut
kebudayaan, seperti norma, adat-istiadat, religi, ataupun bahasa,
yang dimiliki oleh semua masyarakat kebudayaan. Nammun, Pengantar Teori dan Metode Penelitian Budaya
dari masing-masing atribut tersebut berbeda antara satu sama
lainnya. Isi setiap atribut tersebut ditentukan oleh isi kebudayaan
yang dimiliki oleh masing-masing masyarakatnya. Oleh karena
itu, meskipun terdapat hal yang umum atau universal dalam
kebudayaan, tetapi kebudayaan juga memiliki sifat-sifat khusus
di dalamnya.
Sifat kebudayaan yang kedua adalah stabil sekaligus dinamis.
Menurut Soekanto & Sulistyowati (2015: 158—159) setiap
masyarakat pasti memiliki kebudayaan yang keberadaannya
selalu dijaga, tetapi itu tidak berarti bahwa kebudayaan
tersebut tidak mengalami perubahan atau dinamika. Seiring
perkembangan jaman, tentulah terjadi perubahan pada budaya,
namun perubahan ini umumnya terjadi bertahap. Jika budaya
tidak berubah mengikuti perkembangan jaman, umumnya
budaya tersebut akan mati dan ditinggalkan sehingga budaya
merupakan hal yang dinamis.
E. TEORI PEMBENTUKAN KEBUDAYAAN
1. Teori Difusi Kebudayaan
Difusi kebudayaan
adalah sebuah proses penyebaran
dan pengembangan unsur-unsur terjadinya kebudayaan dari
seseorang kepada orang lain atau dari suatu masyarakat ke
masyarakat lain. Proses pembentukan kebudayaan melalui difusi
kebudayaan adalah dengan cara menggabungkan kebudayaan
baru dengan kebudayaan asli dalam jangka waktu yang lama
(Rafiek, 2012: 23).
Bentuk-Bentuk Difusi
Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur
kebudayaan yang terjadi karena dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain di
dunia. Hal ini terutama terjadi pada zaman prehistori, puluhan
ribu tahun yang lalu, saat manusia yang hidup berburu pindah
dari suatu tempat ke tempat lain yang jauh sekali, saat itulah
unsur kebudayaan yang mereka punya juga ikut berpindah.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi
ketika ada perpindahan dari suatu kelompok manusia dari satu
tempat ke tempat lain, tetapi juga dapat terjadi karena adanya
individu-individu tertentu yang membawa unsur kebudayaan
itu hingga jauh sekali. Individu-individu yang dimaksud adalah
golongan pedagang, pelaut, serta golongan para ahli agama.
Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi ketika individu-individu dari kelompok
30 ~ Pengantar Teori dan Metode Penelitian Budaya
tertentu bertemu dengan individu-individu dari kelompok
tetangga.
Pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok
itu dapat berlangsung dengan yaitu:
a.. Hubungan symbiotik
Hubungan symbiotic
adalah hubungan di mana bentuk
dari kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah.
Contohnya adalah di daerah pedalaman negara Kongo, Togo,
dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat; ketika berlangsung
kegiatan barter hasil berburu dan hasil hutan antara suku Afrika
dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan mereka terbatas
hanya pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan
masing-masing suku tidak berubah.
b. Penetration pacifique (pemasukan secara damai)
Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan
perdagangan. Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat
yang lebih jauh dibanding hubungan symbiotic. Unsur-unsur
kebudayaan asing yang dibawa oleh pedagang masuk ke
kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan tanpa
paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh
para penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal
itu dilakukan dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan
paksa.
c. Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak
damai)
Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang
disebabkan karena adanya peperangan atau penaklukan.
Penaklukan merupakan titik awal dari proses masuknya
kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya adalah
Indra Tjahjadi, Sri Andayani, Hosnol Wafa ~ 31
penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur kebudayaan
asing mulai berjalan.
2. Teori Asimilasi
Istilah asimilasi
berasal dari kata Latin, assimilare yang berarti
“menjadi sama”. Kata tersebut dalam bahasa Inggris adalah
assimilation (sedangkan dalam bahasa Indonesia menjadi
asimilasi). Dalam bahasa Indonesia, sinonim kata asimilasi
adalah pembauran. Asimilasi merupakan proses sosial yang
terjadi pada tingkat lanjut. Proses tersebut ditandai dengan
adanya upaya-upaya untuk mengurangi perbedaan-perbedaan
yang terdapat diantara perorangan atau kelompok-kelompok
manusia. Bila individu-individu melakukan asimilasi dalam
suatu kelompok, berarti budaya individu-individu kelompok itu
melebur. Biasanya dalam proses peleburan ini terjadi pertukaran
unsur-unsur budaya. Pertukaran tersebut dapat terjadi bila suatu
kelompok tertentu menyerap kebudayaan kelompok lainnya
(Koentjaraningrat, 2015: 160).
Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan
dengan interaksiantar kebudayaan, asimilasi diartikan sebagai
proses sosial yang timbul bila ada: (1)kelompok-kelompok
manusia yang berbeda kebudayaannya, (2) individu-individu
sebagai anggota kelompok itu saling bergaul secara langsung
dan intensif dalam waktu yangrelatif lama, (3) kebudayaankebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongangolongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah
suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas
(Koentjaraningrat, 2015: 161).
3. Teori Akulturasi
Akulturasi
dapat didefinisikan sebagai proses sosial yang
Indra Tjahjadi, Sri Andayani, Hosnol Wafa ~ 33
timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsurunsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri (Firmansyah, 2016).
Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan
yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur
kebudayaan asing (covert culture),
dengan bagian kebudayaan
yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur
kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya:
1) sistem
nilai-nilai budaya,
2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang
dianggap keramat,
3) beberapa adat yang sudah dipelajarisangat
dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat,
4)
beberapa adatyang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam
masyarakat.
culturemisalnya kebudayaan fisik,
seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi jugailmu
pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna
dan memberi kenyamanan (Firmansyah, 2016).
Menurut Koentjaraningrat (dalam Firmansyah, 2016), akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila sekelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada
unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudaya.
Kesimpulan
Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda. Suatu budaya
organisasi mempunyai peran penting dalam perusahaan karena mempunyai
sejumlah fungsi dalam organisasi yaitu, budaya menciptakan pembeda yang
jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain, budaya membawa
suatu rasa identitas bagi anggota perusahaan, budaya memudahkan
tercapainya komitmen yang lebih luas terhadap kepentingan bersama dari
pada kepentingan individual dan budaya meningkatkan kemantapan sistem
sosial.
Daftar Pustaka
http://pusdikmin.com/perpus/file/TEORI%20TEORI%20KEBUDAYAAN.pdf
http://repository.upm.ac.id/1589/1/Pengantar%20dan%20metode%20penelitian%20budaya%20indra%20tjahyadi.pdf
https://www.ganipramudyo.web.id/2021/07/teori-kebudayaan-dan-ilmu-pengetahuan.html
Komentar
Posting Komentar